Minggu, 16 Mei 2021

Kritik / Esai Puisi karya Sutadji Calzoum Bachri

IDUL FITRI

Sutadji Calzoum Bachri

Lihat

Pedang tobat ini menebas-nebas hati

dari masa lampau yang lalai dan sia

Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,

telah kutegakkan shalat malam

telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Telah kuhamparkan sajadah

Yang tak hanya nuju Ka’bah

tapi ikhlas mencapai hati dan darah

Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu

Takkan pernah melupa

Takkan kulupa janji-Nya

Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta

Maka walau tak jumpa denganNya

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini

Semakin mendekatkan aku padaNya

Dan semakin dekat

semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini

ngebut

di jalan lurus

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir

tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia

Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu

di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus

Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir

tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini

Kukenakan zirah la ilaha illAllah

aku pakai sepatu sirathal mustaqim

aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id

Aku bawa masjid dalam diriku

Kuhamparkan di lapangan

Kutegakkan shalat

Dan kurayakan kelahiran kembali

di sana

 

Esai Puisi yang berjudul “Idul Fitri”

Karya Sutadji Calzoum Bachri

 

Puisi yang berjudul “Idul Fitri” di atas merupakan sebuah karya sastra yang ditulis oleh penyair yang cukup terkenal yang juga mendapat julukan sebagai Presiden Penyair Indonesia. Sebagaimana yang tertera dalam judul pada puisi di atas, tentu para penikmat puisi tidak akan merasa kebingungan dengan apa yang hendak disampaikan dalam puisi tersebut, mengingat pemilihan judul yang dipakai oleh penulis sudah cukup memberikan gambaran bahwasanya sesuatu yang hendak dijelaskan dalam puisi tersebut merupakan sebuah perayaan untuk sebuah kemenangan bagi kaum muslim sehingga pembaca tidak akan seberapa sulit memahami setiap kata yang hendak dituangkan dalam puisi tersebut.

Pada puisi tersebut, tepatnya kalimat yang tertera di awal puisi. Maksud yang diutarakan dalam puisi tersebut merupakan penjelasan dari istimewahnya bulan sebelum syawal yaitu bulan ramadhan. Mengingat, pada bulan tersebut pintu taubat dibuka serta segala hal baik termasuk ibadah juga akan dilipatkan gandanya apabila ada seseorang yang hendak melaksanakannya.  Selain itu pada bulan ramadhan tersebut terdapat waktu malam yang ditunggu dan diharapkan oleh seluruh umat islam yaitu malam lailatul qodar. Namun, dalam puisi tersebut dijelasakan bahwa sosok yang diceritakan dalam puisi tersebut merasakan kesulitan mendapatkan malam lailatul qodar padahal ia sering melaksanakan sholat malam. Namun, malam yang lebih baik dari seribu bulan tersebut tak kunjung datang.  Hal tersebut dapat dilihat dari penggalan puisi berikut.

Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,

telah kutegakkan shalat malam

telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Telah kuhamparkan sajadah

Yang tak hanya nuju Ka’bah

tapi ikhlas mencapai hati dan darah

Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

 

Kemudian, hal lain yang hendak dijelaskan dalam puisi tersebut merupakan gambaran dari seorang Tardji yang setiap hari melaksanakan ibadah secara terus menerus dengan mengharapkan suatu malam yang digambarkan pada penggalan puisi sebelumnya. Hal tersebut tertuang dalam penggalan puisi berikut ini.

Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Penggalan puisi tersebut menunjukkan bahwa sosok yang digambarkan dalam puisi tersebut adalah seseorang yang sangat ahli ibadah hingga ia tidak mau batal dan mempertahankan kesuciannya dengan wudhu. Selain itu, ada hal lain yang hendak digambarkan dalam puisi tersebut . hal tersebut dapat dilihat dari penggalan puisi berikut ini.

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu

Takkan pernah melupa

Takkan kulupa janji-Nya

Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta

Berdasarkan penggalan di atas dapar dijelaskan bahwa kegigihan sosok yang digambarkan puisi tersebut dalam melaksanakan ibadah tidaklah cukup untuk memberinya jaminan hidup bahagia di akhirat atau bertemu dengan malam lailatul qodar mengingat malam tersebut sangat dinantikan oleh seluruh kaum muslim sehingga tidak mudah untuk memperolehnya dan hanya orang-orang beruntung yang bisa mendapatkan atau bertemu dengan malam yang penuh pahala tersebut.

Selain itu puncak dalam puisi tersebut dapat dilihat dari penggalan puisi di akhir yang memberikan gambaran tentang idul fitri yaitu perayaan kemenangan bagi orang muslim. Dimana pagi hari dilaksanakan sholat Id yang kemudian dilanjut dengan berjabat tangan guna memohon maaf terhadap sesama muslim mengingat di bulan sebelumnya pintu ampunan dibuka sehingga diharapkan ketika idul fitri tiba bisa seperti orang yang dilahirkan kembali tanpa dosa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KRITIK/ESAI SASTRA DARI KUMPULAN CERPEN KARYA M. SHOIM ANWAR (“Sorot Mata Syaila”, “Sepatu Jinjit Aryanti” , “Bambi dan Perempuan Bersel...